JAKARTA, iNews.id - Khutbah Jumat NU terbaru tentang memaknai Rebo Wekasan di Bulan Safar momentum untuk muhasabah diri.
Saat ini, umat Islam sudah memasuki Bulan Safar, bulan kedua hijriah seteah Muharram. Shafar atau Safar satu suku kata dengan kata Shifr [صفر [yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan safar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka yang beralih ke medan perang.
Di kalangan masyarakat Jawa, Bulan Safar atau Sapar kerap dihubungkan dengan mitos bulan sial dan banyak bencana. Pada masa Arab Jahiliyah, bulan Safar juga disebut bulan sial.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
لا عدوى ولا طيرة ةلا هامة ةلا صفر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
Artinya: Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.”
Menurut Ibnu Utsaimin rahimahullah, kata Safar dalam hadis tersebut memiliki makna yang bervariasi. Namun yang paling kuat menurut umat Jahiliah adalah sebagai bulan kesialan, sehingga sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari kedua puluh lima dari bulan Safar merasa lega, dan berkata, “Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Safar dengan baik.”
Berikut Khutbah Jumat NU terbaru tentang memaknai Rebo Wekasan di Bulan Safar, Momentum Muhasabah dilansir dari Buku Kumpulan Khutbah Bulan Shafar NU Kota Kediri.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Setelah memuji kepada Allah Swt, bershalawat kepada Baginda Nabi Agung Muhammad Saw, keluarga, serta sahabatnya, izinkan saya untuk berwasiat kepada hadirin semua, khususnya pada diri saya sendiri.
Marilah kita selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, dengan selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Yakni mengerjakan apa yang diperintahkan, serta menjauhi apa yang dilarang, kapan pun dan di mana pun, dalam keadaan bagaimana pun, senang maupun susah, gembira ataupun sedih. Karena dengan kita bertakwa, Allah Swt pasti akan menjamin kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat, juga memberikan jalan keluar atas setiap masalah yang kita hadapi.
Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Segala puji bagi Allah Swt yang telah mentakdirkan kita sebagai umat terbaik di antara umat-umat yang lain. Sebagai seorang muslim yang baik seharusnya kita tak sewenang-wenang saat Allah Swt memberi kejayaan, karena Allah Swt mampu memutar balik segala keadaan.
Kita harus tetap tekun beribadah dalam keadaan apa pun, jangan sampai harta dunia melemahkan kualitas ibadah yang kita lakukan, Allah Swt berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
Artinya: Tidaklah kami menciptakan jin dan manusia kecuali hanya semata-mata untuk beribadah. (QS. AdzDzariyat: 56)
Kita semestinya menilai dan berpikir harta dunia sifatnya adalah pendukung semata untuk taat beribadah.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Ketahuilah, Safar merupakan bulan yang cukup bersejarah. Bulan di mana Allah Swt menurunkan 300.000 musibah yang terjadi pada satu tahun. Al-Syaikh Imam al-Dairabi berkata:
Sebagian ulama Arifin dari Ahli Kasyf menuturkan bahwa pada setiap tahunnya diturunkan 300.000 bala’ (cobaan). Yaitu terjadi pada hari Rabu terakhir dari bulan Safar.
Pada waktu itu merupakan hari terberat dari sekian banyak di hari selama satu tahun. Keterangan tersebut sesungguhnya mengingatkan kepada kita agar semakin mendekatkan diri, ber-taqarrub kepada Allah Swt.
Menyadari kesalahan yang telah diperbuat, sudah berapa banyak kewajiban yang kita tinggalkan? Sudah seberapa sering kita terlena akan sebuah kemaksiatan? Sudah seberapa banyak saudara-saudara kita yang kesusahan karena ketidakpedulian kita?
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Bermuhasabah sesungguhnya tidak memiliki waktu tertentu. Tidak harus dilakukan pada bulan Safar atau Rabu terakhir di dalamnya. Sesungguhnya tidak ada istilah “hari sial” dalam pandangan syari’at. Semua hari adalah sama.
Kita tidak boleh berperasangka buruk (tasya’um) pada hari tertentu. Kaum Jahiliyyah dahulu memiliki mitos bahwa bulan Shafar adalah hari buruk dan sial.
Kemudian Rasulullah Saw meluruskan mitos tersebut. Nabi SAW bersabda:
Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari keterangan Hadits tersebut mengingatkan kepada kita jangan sampai meyakini bahwa Rabu Wekasan adalah hari buruk. Kita dianjurkan bermuhasabah dengan datangnya 300 ribu cobaan sebagaimana keterangan dari sebagian Ahli Kasyf di atas.
Namun tetap harus berperasangka baik kepada Allah Swt akan hari tersebut. Tidak meyakininya sebagai hari buruk.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Sebagian ulama menganjurkan untuk melakukan 'amaliyyah dan do’a khusus di hari “Rabu Wekasan”. Di antaranya shalat sunah mutlak sebanyak 6 raka’at. Raka’at pertama membaca al-Fatihah dan Ayat Kursi, rakaat kedua dan selanjutnya membaca surat al-Fatihah dan surat al-Ikhlash. Kemudian membaca shalawat kepada baginda Rasulullah Saw dengan bagaimana pun bentuk shighatnya.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Demikianlah kita memaknai momentum di bulan Shafar, lebih khususnya “Rabu Wekasan”. Terlepas dari perbedaan ulama mengenai legalitas shalat pada hari tersebut, yang paling penting adalah bagaimana kita dapat mengambil hikmahnya dengan semakin meningkatkan kualitas ibadah kita.
Baik yang bersifat 'ubudiyyah mahdloh yang berkaitan dengan penghambaan di hadapan Allah Swt secara khusus atau ibadah ghairu mahdloh yang kaitannya dengan interaksi.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait