Polisi berjaga-jaga saat tim penyidik KPK menggeledah rumah Wali Kota Malang nonaktif M Anton di Jalan Telogomas, Kecamatan Lowokwaru, Selasa (20/3/2018). (Foto: Koran Sindo/Yuswantoro)

MALANG, iNews.id – Gelombang korupsi di Kota Malang yang menimpa dua calon wali kota peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang tahun 2018 akan berdampak besar kepada minat masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Para calon kepala daerah harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan publik.

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wawan Sobari, calon yang tersangkut kasus dugaan korupsi akan berdampak besar terhadap kepercayaan publik. Para calon kepala daerah harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan publik agar menggunakan hak suaranya saat pelaksanaan Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Malang Juni nanti.

“Isu dan data korupsi, berkontribusi besar menurunkan elektabilitas calon karena pemilih selalu menginginkan pemimpin yang jujur,” katanya.

Sementara ahli hukum tata negara UB Malang, Ali Safaat berpendapat, momentum kasus gelombang tsunami korupsi di Kota Malang dan beberapa daerah lain bisa dijadikan dasar untuk mengevaluasi Undang-Undang (UU) Pilkada. Evaluasi sangat penting dan mendesak dilakukan mengingat calon yang sudah ditetapkan, sesuai UU Pilkada, tidak bisa mengundurkan diri meskipun menyandang status sebagai tersangka.

“Calon yang sudah berstatus tersangka tetap bisa dipilih lagi oleh masyarakat, dan dimungkinan untuk terpilih sebagai pemenang pilkada,” tuturnya.

Kondisi ini diakuinya bisa jadi hal buruk di masa yang akan datang. Masyarakat akhirnya diajari untuk bisa memilih pemimpin yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi atau kejahatan lain. “Pada poin ini, tentunya UU Pilkada mendesak untuk direvisi agar masyarakat tidak lagi memilih pemimpin yang bermasalah,” ujarnya.


Sementara Ketua Tim Kampanye pasangan M Anton-Syamsul Mahmud, Arif Wahyudi mengatakan, penetapan status tersangka kepada Calon Wali Kota Malang M Anton sangat berdampak kepada masyarakat dan pendukung pasangan ini. Masyarakat dan para pendukung dibuat bingung dan tidak percaya hal itu bisa terjadi.

Menyikapi kondisi ini, tim kampanye bekerja keras dan menambah kegiatan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa proses hukum tersebut harus dijalani M Anton. Proses hukum ini merupakan konsekuensi dari penetapan status sebagai tersangka.

"Tim kampanye harus memberikan penjelasan kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman terhadap proses hukum tersebut. Status tersangka, belum tentu bersalah. Banyak langkah hukum yang bisa ditempuh. Selain itu, status tersangka juga tidak menggugurkan pencalonan,” tuturnya.

Keyakinan yang sama juga diungkapkan oleh juru bicara pasangan Yaqud Ananda Gudban-Ahmad Wanedi, Dito Arief. “Tim pemenangan dan seluruh partai politik pengusung masih solid untuk memenangkan pilkada,” ujarnya.

Kasus hukum yang sedang menerpa calon wali kota yang diusungnya, tidak sedikit pun menurunkan semangat tim dan partai politik pengusung. “Kami juga menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, Zaenudin mengatakan, sesuai Peraturan KPU No 3/2017, calon yang sudah ditetapkan hanya bisa diganti maksimal sebelum 30 hari sebelum pencoblosan. “Penggantian memiliki dua syarat utama. Yakni, calon meninggal dunia, dan calon yang tersangkut kasus hukum telah memiliki kekuatan hukum tetap,” tuturnya.

Apabila dua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak bisa dilakukan penggantian pasangan calon peserta pilkada. Meskipun saat ini ada pasangan calon yang berstatus sebagai tersangka, mereka tetap bisa menjadi peserta pilkada. 


Editor : Maria Christina

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network