MALANG, iNews.id – Presiden Republik Indonesia (RI) ke-3 Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie memberikan banyak sumbangsih bagi Indonesia di berbagai bidang. Salah satunya dalam sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, saat pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Akademisi Universitas Brawijaya (UB) Sasmito Djati mengatakan, BJ Habibie merupakan tonggak sejarah lembaga yang dibentuk pada 7 Desember 1990 di Kota Malang pada tanggal 6-8 Desember 1990 itu. Sebagai ketua umum pertama ICMI, sosok Habibie menjadi figur yang tidak tergantikan di ICMI.
Lewat lembaga itu, BJ Habibie mampu mengubah paradigma umat Islam. Paradigma tersebut khususnya mengenai para santri yang saat itu dianggap sebagai orang kampung dan orang pinggiran.
“Pak Habibie merupakan ikon teknokrat di Indonesia, yang pada saat itu umat Islam sangat lemah. Kebanyakan santri dianggap orang kampung dan pinggiran, tapi Pak Habibie justru menjadi inspirasi,” kata Sasmito di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (12/9/2019).
BJ Habibie juga menjadi ikon dalam ICMI karena peran dan figurnya sejak memimpin ICMI. “Apa yang disampaikan, bahwa tujuan ideologi Islam itu harus bisa diterima oleh semua kelompok. Itu yang diajarkan oleh Pak Habibie,” kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UB Malang itu.
Sasmito mengatakan, ICMI lahir dari gagasan mahasiswa UB. Saat itu, BJ Habibie masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi era Presiden Soeharto. “Setelah BJ Habibie tidak lagi menjabat sebagai Ketua ICMI, organisasi tersebut kehilangan figur penting,” ujarnya.
Dia menambahkan, bagi Universitas Brawijaya, pembentukan ICMI di Kota Malang menjadi salah satu peristiwa besar dan memberi peran penting kepada bangsa. “Kelahiran ICMI di Kota Malang, bagi kami warga UB, merupakan peristiwa besar. Pak Habibie menjadi ikon umat Islam bahwa Islam itu tidak bisa eksklusif,” ujar Sasmito.
ICMI dibentuk pada 7 Desember 1990 pada sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang. Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil yang dilakukan oleh para mahasiswa Universitas Brawijaya.
Saat itu, mahasiswa Universitas Brawijaya, Erik Salman, Ali Mudakir, M Zaenuri, Awang Surya dan M Iqbal berkeliling menemui para pembicara di antaranya Immaduddin Abdurrahim dan M Dawam Rahardjo. Dari beberapa kali pertemuan yang terus berkembang, muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Para mahasiswa UB tersebut lalu menghadap BJ Habibie.
BJ Habibie sebagai pribadi menyetujui usulan dari mahasiswa tersebut. Namun, dirinya harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Setelah disetujui oleh Soeharto, sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan BJ Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim untuk pertama kalinya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait