SURABAYA, iNews.id - Pembukaan Kongres Akbar ke-6 Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Nahdlatul Ulama digelar pada Selasa (27/9/2022) di Aston Hotel, Sidoarjo, Jawa Timur. Presiden Konfederasi Sarbumusi Syaiful Bahri Anshori (SBA) mengatakan, kongres kali ini mengusung tema "Bergerak Menyambut Dunia Baru Ketenagakerjaan".
Dia mengingatkan situasi dan tantangan yang dihadapi para pekerja atau buruh, khususnya buruh di Konfederasi Sarbumusi. Tantangan tersebut setidaknya ada tiga hal yang dampaknya sangat terasa dan belum selesai hingga saat ini dan ke depan.
“Kita masih kena dampak serius dari tiga C yang sekarang masih belum selesai. Covid-19, Climate Change, dan Conflict. Sebenarnya Covid-19 ini bahasa biasa dalam kehidipan kita sehari-hari. Nenek moyang kita menyebutnya pagebluk. Namun dampaknya luar biasa kita rasakan sekarang. Kedua, Climate Change atau perubahan iklim. Conflict, Contohnya konflik Rusia-Ukraina dengan kroninya masing-masing,” ucap Syaiful Bahri dalam sambutannya.
Ketiga hal tersebut, lanjut dia, harus diantisipasi karena dampaknya ke depan.
“Pertama, yang sudah kita rasakan dan terjadi sekarang inflasi. Kedua, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, bahkan ada negara-negara yang gagal. Ketiga, terjadi sulitnya rantai pasok energi dan pangan yang mengakibatkan melonjaknya harga-harga energi dan pangan serta memicu inflasi,” katanya.
Lantaran memicu inflasi, sambungnya, maka pabrik-pabrik yang menggunakan bahan baku impor di mana para buruh bekerja juga mengalami kesulitan.
“Naiknya harga bahan baku, memicu serapan pasar yang lemah. Akibatnya perusahaan mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi tenaga kerjanya. Tentu ini menakutkan bagi teman-teman yang ada di dunia perburuhan,” katanya.
Menurut Syaiful, Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain dalam situasi global seperti sekarang ini. Oleh karena itu Sarbumusi dalam menyikapi hal ini harus paham betul gerakan ke depan. Jika tidak paham akan menghambat pertumbuhan ekonomi, menghambat kestabilan sosial, bahkan mungkin bisa memberikan dampak buruk terhadap saudara-saudara kita yang ada di industri.
Dalam menyikapi hal ini, menurutnya Sarbumusi harus tetap bersikap kritis terhadap semua pemangku kebijakan dan para pelaku industri tetapi tetap mengedepankan dialog sosial. Pesan dari PBNU tentu harus kita camkan yaitu dialog sosial tetap mengacu pada fikrhh nahdliyah.
“Pertama, tawasuth, mencari jalan tengah di mana konteks antara industri dengan kaum buruh, sehingga ada titik temu yang terbaik untuk menyelesaikan. Kedua, tawazzun, keseimbangan dalam memahami persoalan. Ketiga, tasamuh, toleransi, memiliki kelapangan dada dan keluasan pikiran,” ucapnya.
Jika dialog sosial tidak selesai dengan ketiga fikrah nahdliyah tersebut maka memakai fikrah berikutnya yakni ‘amar ma’ruf-nahi mungkar.
“Kalau kita tidak melakukan hal itu, kita akan dihina. Demo tidak apa-apa,” tuturnya.
Baginya, semua itu harus mengacu pada upaya-upaya fikrah yang terakhir yaitu keadilan.
“Keadilan antara dunia industri, dunia perburuhan, bagaimana kita ke depan bisa keluar dari situasi dan dampak dari tiga persoalan tadi. Itu lah tugas kita,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf yang hadir dalam acara ini juga berpadandangan Sarbumusi penting untuk melakukan konsolidasi ke dalam, memperkuat barisan, melakukan komunikasi, dan menggelar pendidikan yang baik. Tujuannya guna menghadapi tantangan yang ada sekarang dan yang akan datang.
“Sehingga teman-teman ini bisa memahami situasi lebih utuh, mendefinisikan keadaan lebih baik, dan juga mengambil langkah-langkah yang terbaik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Ada situasi ke depan yang harus kita konsolidasikan untuk menghadapinya, khusus di dunia perburuhan,” kata Gus Ipul dalam sambutannya.
Menurutnya, di dalam kesempitan ada kesempatan. Karananya dia mengajak para buruh berpikir tidak hanya jadi buruh, sekali-kali berpikir sebagai pemilik.
“Karena dunia modern memungkinkan semua sekarang ini menjadi owner atau pemilik. Kalau buruh hanya pekerja,” ujarnya.
Gus Ipul juga menyarankan para buruh Sabumusi untuk dapat membeli saham-saham yang bisa membawa keuntungan bagi para buruh Sarbumusi. Sehingga Sarbumusi bisa jadi owner dari sebuah pabrik atau company yang memastikan anggotanya mendapatkan keuntungan lebih besar.
“Intinya, mari kita merubah cara berpikir para buruh Sarbumusi. Mari kita merubah cara berpikir kita. Sekarang model-model usaha itu yang model kolaborasi. Mari kita berpikir juga sebagai pemilik, sebagai owner. Tidak berpikir semata-mata sebagai pekerja. Ini yang saya titipkan kepada teman-teman Sarbumusi. Karena masa depan kita semua tidak menentu. Mari kita berpikir anti mainstream,” kata Gus Ipul.
Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait