JAKARTA, iNews.id - Kerajaan Majapahit berdiri pada 1293. Pada catatan sejarah Indonesia, Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terbesar di Indonesia.
Kerajaan Majapahit disebut juga sebagai negara kesatuan kedua karena berhasil menyatukan seluruh nusantara. Kerajaan ini terletak di sekitar Sungai Brantas dengan pusatnya di Mojokerto, Jawa Timur.
Nama Kerajaan Majapahit diambil dari nama buah, yaitu maja. Buah ini banyak ditemukan di wilayah tersebut. Rasa dari buah satu ini pahit, maka dari itu daerah tersebut dinamakan Majapahit.
Tokoh yang berperan merintis berdirinya kerajaan ini yakni Raden Wijaya, cucu dari Mahesa Cempaka. Terdapat lima raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit, di antaranya Raden Wijaya (1292-1307), Jayanegara (1309-1328), Tribhuwanatunggadewi (1328-1350), Hayam Wuruk (1350-1389), dan Wikramawardhana (1389-1429).
Perkembangan Kerajaan Majapahit tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahannya saja, namun perkembangan juga dirasakan dalam bidang budaya. Pada masa Majapahit, bidang seni budaya berkembang begitu pesat, terutama seni sastra.
Selain itu, perkembangan seni bangunan juga dapat dirasakan. Perkembangan seni bangunan di Kerajaan Majapahit ditandai dengan dibangunnya bermacam-macam candi dengan ciri-ciri khas Jawa Timur.
Berikut Tim Litbang rangkum beberapa peninggalan Kerajaan Majapahit berupa karya sastra dan candi.
Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Majapahit
Kitab Negarakertagama
Kitab Negarakertagama atau dapat disebut juga Kakawin Desawarnana merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang menggambarkan bagaimana kejayaan Kerajaan Majapahit di masa lampau. Mpu Prapanca merupakan sosok penulis Kitab Negarakertagama ini, pada tahun 1365.
Dari segi maknanya, Negarakertagama berarti kisah pembangunan negara. Kitab ini berisi kisah keagungan Prabu Hayam Wuruk dan keagungan Kerajaan Majapahit.
Kitab ini terdiri atas 98 pupuh atau semacam bab dan terbagi dalam dua bagian, yang masing-masing terdiri atas 49 pupuh. Setiap pupuhnya tersusun sangat rapi.
Kitab Sutasoma
Karya sastra Kitab Sutasoma berisikan puisi Jawa kuno yang ditulis oleh Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Naskah Sutasoma dibuat dalam bahasa Jawa kuno pada tahun 1851.
Isi buku tersebut menceritakan tentang perjalanan seorang pangeran bernama Sutasoma dari Hastinapura dalam mencari arti hidup yang sebenarnya. Konon, ketampanannya juga sebanding dengan putra Pandu Arjana.
Isi naskah Sutasoma mengandung makna semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikutip dari pupuh 139 bait 5, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Kitab Sundayana
Kitab Sundayana menjelaskan Perang Bubat (1357) antara Majapahit dan Kerajaan Pajajaran di Desa Bubat sebelah utara kota Majapahit. Perang itu terjadi sewaktu Raja Pajajaran (Sri Baduga Maharaja) bersama rombongan dan 300 tentaranya datang ke Majapahit guna mengantar putrinya, Dyah Pitaloka, untuk dipersunting oleh Raja Hayam Wuruk.
Terdapat kesalahpahaman, yang menyebabkan pertempuran ini, antara Gajah Mada dan Sri Baduga Maharaja, bahwa sang putri akan menjadi selir alih-alih seorang permaisuri. Sri Baduga Maharaja dan para prajuritnya dari Kerajaan Pajajaran melawan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada di ladang Bubat
Perang ini berakhir dengan kekalahan Kerajaan Pajajaran, yang menewaskan sang raja dan putri Dyah Pitaloka.
Kitab Ranggalawe
Ranggalawe merupakan salah satu pengikut Raden Wijaya yang memiliki perjuangan besar dalam mendirikan Kerajaan Majapahit. Kitab Ranggalawe mengisahkan atas jasa Ranggalawe diangkat menjadi gubernur Tuban, Jawa Timur.
Buku ini juga menjelaskan pemberontakan Ranggalawe yang terjadi di Sungai Tambak Beras di Jombang. Raden Wijaya memerintahkan Nambi, Kebo Anabrang dan Lembu Sora untuk memimpin pasukan Majapahit ke Tuban guna menghukum Ranggalawe.
Pada pertempuran di arus sungai yang deras itu, Ranggalawe mengembuskan napas terakhirnya setelah dicekik oleh Kebo Anabrang. Lembu Sora, paman Ranggalawe, membalas kematian keponakannya dengan menikam Kebo Anabrang.
Jenazah Adipati Ranggalawe dan Kebo Anabrang dibersihkan, dikremasi dan abunya dibuang ke laut. Kidung Ranggalawe dengan jelas menyatakan bahwa pemberontakan itu terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya.
Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit
Candi Cetho
Tak hanya di wilayah Jawa Timur, peninggalan Kerajaan Majapahit juga ditemukan di Jawa Tengah. Candi Cetho merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit.
Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Jenawi, Karanganyar. Candi ini dibangun sekitar tahun 1451-1470 pada zaman Kerajaan Majapahit ketika pengaruh Hindu di Jawa mulai pudar dan unsur Indonesia asli dari tradisi prasejarah mulai hidup lagi.
Candi Penataran
Dikutip dari Okezone, Candi Penataran merupakan candi terbesar di Jawa Timur dengan luas 12.496 meter persegi. Lokasi Candi Penataran berada di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
Candi Penataran sendiri berdiri pada abad ke-12. Berdasarkan Kitab Negarakertagama, Raja Hayam Wurung sering mengunjungi Pura Penataran untuk berdoa kepada Hyang Acalapati.
Selain sebagai komplek percandian terluas, Candi Penataran juga memiliki kekhasan dalam bentuk reliefnya. Gaya reliefnya menunjukkan bentuk mirip wayang kulit, seperti dijumpai pada gaya pengukiran yang ditemukan di Candi Sukuh, sebuah candi dari masa akhir periode Hindu-Buddha dalam sejarah Nusantara.
Candi Jabung
Dikutip dari laman Disporaparbud Probolinggo, Candi Jabung merupakan salah satu candi Hindu peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi Hindu ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Pada Kitab Negarakertagama, Hayam Wuruk mengunjungi Candi Jabung saat berkeliling Jawa Timur pada tahun 1359. Candi ini hanya berjarak sekitar lima kilometer dari Kecamatan Kraksaan atau 500 meter sebelah tenggara kolam renang Tirta Jabung yang berada di tepi Jalan Raya Surabaya-Banyuwangi.
Candi Bajang Ratu
Candi Bajang Ratu berbentuk gapura yang diduga berfungsi sebagai pintu masuk Keraton Majapahit. Bajang Ratu diperkirakan didirikan antara abad ke-13 dan ke-14, yang terletak di Kecamatan Trowulan, Mojokerto.
Dikutip dari laman Perpusnas, fungsi Candi Bajang Ratu didirikan untuk menghormati Jayanegara, raja Majapahit. Terdapat relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita budaya Kerajaan Majapahit.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait