Ilsutrasi korupsi. (Foto: Istimewa)

SURABAYA, iNews.id – Besarnya dana desa saat ini menimbulkan potensi tindakan korupsi yang besar. Pelaku bahkan justru dari kalangan berkecukupan secara ekonomi.

Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) Mohamad Dhofir saat pembukaan Rapat Kerja Percepatan dan Penyaluran Dana Desa yang diikuti kepala desa se Jatim di JX International Jalan Ahmad Yani Surabaya, Selasa (25/2/2020).

Menurut data Kejati Jatim, pada tahun 2015 Korps Adhyaksa itu menangani 22 kasus penyimpangan dana desa. Di tahun 2016 naik menjadi 48 kasus.
Di tahun selanjutnya, naik hampir dua kali lipat menjadi 98 kasus. Di tahun 2018 turun tipis menjadi 96 kasus. Sementara tahun 2019 turun lagi menjadi 46 kasus.

“Saat ini kami menangani empat kasus dan baru masuk tahap penyelidikan. Sementara yang masuk ke penyidikan ada 11 kasus, penuntutan tujuh ada kasus dan upaya hukum ada enam kasus," katanya.

Dia mengatakan, pengawasan dana desa diperlukan karena uangnya bersumber dari APBN. Penindakan atas kasus korupsi dilakukan kepada oknum yang melakukan penyimpangan pada penggunaan dana desa untuk kepentingan pribadi.

Dana desa untuk Jatim pada tahun 2017 dan 2018 sebesar Rp6 triliun. Untuk tahun 2019 naik menjadi Rp7 triliun.
“Besarnya dana desa tersebut berpotensi untuk disimpangkan oleh oknum,” katanya.

Menurutnya, sifat dasar manusia yang cenderung serakah jadi penyebab utama tindakan korupsi. Meski sudah memiliki, namun ingin menambah.

"Yang punya mobil satu, pengen dua. Yang sudah dua, pengen tiga. Enggak ada puasnya. Begitu juga rumah, rumah satu, masih kurang, pengin dua. Punya rumah dua, pengin lagi tiga. Termasuk istri barangkali. Istri satu kurang, tambah lagi satu, jadi dua sampai tiga (istri),” katanya.


Editor : Umaya Khusniah

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network