SURABAYA, iNews.id - Sunan Kalijaga memiliki sebilah keris yang terkenal sakti. Keris itu pula yang selalu dibawa Sunan Kalijaga setiap kali berdakwah menyebarkan agama Islam.
Selain untuk menjaga diri, melalui keris itu pula dia menunjukkan karomahnya sebagai seorang wali Allah, terutama kepada orang-orang yang tidak mau bertaubat. Keris Sengkelat namanya. Disebut sengkelat karena keris itu mampu menaklukkan petir yang menyabar.
Pada buku "Kesakitan dan Tarekat Sunan Kalijaga" tulisan Rusydie Anwar, keris ini pernah dimanfaatkan Sunan Kalijaga saat berada di Masjid Demak. Saat itu dia bersama dengan tiga sunan lainnya yakni Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati.
Keempatnya berdiskusi bermusyawarah, untuk mengritik model dakwah Sunan Kalijaga yang dinilai terlalu lunak. Di tengah diskusi, tiba-tiba di atas tempat imam Masjid Demak ada kilat yang menyambar. Beberapa wali menyadari, bahwa ada sesuatu di balik kilat yang menyambar.
Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati mencoba menangkap kilat tersebut, namun gagal. Tetapi pada saat Sunan Kalijaga mencoba menangkap kilat tersebut, kilat itu pun bisa ditaklukkan dengan menggunakan sebilah keris miliknya yang bernama Kiai Sengkelat.
Kilat yang berhasil ditangkap oleh Sunan Kalijaga ini akhirnya berubah bentuk menjadi sebuah jubah bertuliskan Arab dan konon jubah tersebut pernah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad. Jubah yang diberi nama Jubah Antakusuma itu akhirnya menjadi milik Sunan Kalijaga.
Melihat kemampuan Sunan Kalijaga, Sunan Giri dan Sunan Bonang yang awalnya sangat keras mengkritik model dakwah Sunan Kalijaga itu akhirnya melunak. Bahkan di kemudian hari, Sunan Giri kerap meminta pendapat Sunan Kalijaga ketika menghadapi masalah dalam dakwahnya.
Tak ayal peristiwa itu membuktikan bahwa Raden Sahid memiliki minat terhadap ilmu kesaktian. Hal ini memang bukan suatu yang aneh, mengingat pada masa-masa Kerajaan Majapahit, tidak sedikit di antara masyarakat yang memiliki ilmu kesaktian.
Raden Sahid sebagai putra adipati Tuban tentu banyak melihat ilmu-ilmu kesaktian semacam itu. Ilmu yang demikian dipelajari sebagai bagian benteng pertahanan, baik pertahanan diri maupun pertahanan pemerintahan, kerajaan, kadipaten, dan sebagainya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait