MALANG, iNews.id - Pejuang 10 Nopember, Bung Tomo ternyata bukan sekadar mahir berorasi. Arek Suroboyo ini juga piawai merangkai puisi.
Kata-kata indah itu pula yang kerap dia persembahkan untuk kekasihnya Sulistina. Saat rindu menggebu, Bung Tomo mulai menggombal, menulis puisi, tak perduli desing peluru terus menderu.
Konon, kesukaan Bung Tomo pada puisi mulai muncul saat dia tengah dimabuk asmara dengan perempuan bernama Sulistina.
Dikisahkan dari buku "Bung Tomo: Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November" karya Abdul Waid, Bung Tomo pernah menulis puisi romantis untuk sang kekasihnya. Puisi ini ditulis saat peringatan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April.
Ini Hari Kartini, Dik!
Terbayang wajahmu nan cantik
Penaku kini henti sedetik
Terlintas semua jasamu
Sejak kita bertemu.
Demikian bunyi puisi pemilik nama aslinya kepada Sulistina, perempuan yang dicintainya. Konon pribadi Bung Tomo mulai berubah menjadi pria romantis dengan puisi - puisi cintanya sesaat setelah dimabuk asmara dengan perempuan yang menjadi aktivis Palang Merah Indonesia (PMI).
Namun tak banyak yang tahu ternyata selain puisi romantis, Sutomo kerap kali menulis puisi yang berisi kegelisahan hatinya. Ia kerap mencurahkan isi hatinya dalam bentu puisi yang ia tulis hampir setiap hari. Konon banyak sekali karya - karya puisi yang dihasilkan sang orator ini. Terkadang puisinya ini dituliskan untuk diberikan kepada seseorang, dan kadang pula sekedar disimpan sebagai koleksi.
Tapi pada umumnya puisi - puisi Bung Tomo kebanyakan ditujukan kepada Sulistina. Pada puisinya dia kerap kali memuji kecantikan Sulistina dan mengungkapkan isi hatinya. Melalui puisi - puisi inilah, Bung Tomo mengekspresikan rasa sayangnya kepada Sulistina.
Puisi - puisi ini ia tulis baik saat keduanya masih memadu kasih berpacaran, maupun setelah keduanya menikah. Meskipun Bung Tomo bukanlah sastrawan layaknya Chairil Anwar, WS Rendra, atau Taufik Ismail, tapi puisinya cukup menyentuh dan indah untuk dibaca. Bahkan salah satu puisi Bung Tomo ditulis langsung dengan menggunakan mesin ketik, yang hingga kini masih diabadikan.
Tak pelak puisi-puisi ini membuat Sulistina konon begitu terkesima. Apalagi, sosoknya bukanlah perempuan yang mudah didekati oleh para laki-laki di masanya. Selain itu, kesibukan keduanya juga kerap membuat mereka tak bisa bertemu secara leluasa. Maka puisi itu menjadi bagian salam rindu Bung Tomo kepada kekasihnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait