SURABAYA, iNews.id - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut media sosial (medsos) kini dimanfaatkan kelompok teroris untuk menyebarkan paham radikal. Lewat medsos mereka semakin masif melakukan propaganda, mengajak generasi muda untuk menjadi teroris.
Fakta tersebut menurut BNPT menjadi ancaman bagi Bangsa Indonesia. Pasalnya, sekitar 120 juta penduduk Indonesia saat ini memiliki medsos. Mereka inilah yang rentan terpengaruh propaganda kelompok radikal, utamanya generasi muda.
"Kelompok terorisme memanfaatkan sosmed untuk propaganda. Ini menjadi tugas bersama seluruh elemen masyarakat supaya bisa mencegah pengaruh paham yang bertentangan dengan Pancasila," kata Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar di sela Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional dalam Rangka Penanggulangan Terorisme, di Batu Malang, Selasa (27/10/2020).
Propaganda, kata Boy ada yang datang dari penganut paham radikal dari Indonesia yang saat ini berada di timur tengah. Padahal, di negara konflik itu mereka hidupnya terkatung-katung dan memprihatinkan.
"Hingga saat ini mereka masih terus melakukan propaganda melalui media sosial, karena mereka tetap berharap ada dari Indonesia yang mensupportnya," katanya.
Boy mengatakan, sebanyak 1.200 orang yang terseret paham radikal masih berada di kamp-kamp timur tengah. Namun sebagian sudah ada yang pindah ke Yaman, Afganistan dan Filiphina Selatan.
"Di antara mereka masih menunggu proses hukum. Mereka-mereka yang laki-laki diminta pertanggungjawaban hukum. Sedangkan wanita dianggap korban yang ditempatkan di tempat pengungsian," ujarnya.
Lantas apakah mereka yang dianggap korban akan dipulangkan? Boy menuturkan, bahwa BNPT masih harus melakukan proses verifikasi terlebih dahulu dengan sejumlah unsur kementerian, terutama kepada stakeholder. Selain itu menjalin kerja sama dengan lembaga internasional seperti ICRC yang kebetulan banyak mengurusi kamp-kamp yang berada diwayah utara Irak.
"Untuk masalah ini kita perlu merumuskan langkah-langkah terlebih dahulu. Karena berkaitan dengan aspek-aspek lainnya seperti aspek hukum, hubungan luar negeri, masalah sosial, kesehatan hingga aspek perekonomian. Jadi perlu dibahas bersama," ujarnya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait