Lukisan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, wali penyebar Islam di Tatar Sunda. (FOTO: istimewa)

JAKARTA, iNews.id - Biografi Sunan Gunung Jati akan diulas di artikel ini. Sunan Gunung Jati merupakan salah satu Wali Songo, penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Sunda. 

Wali Songo merupakan seorang ulama atau yang dipercaya sebagai kekasih Allah (wali) berjumlah sembilan yang berdakwah di tanah Jawa. Para wali yang berjumlah sembilan orang tersebut tersebar di berbagai daerah, salah satunya yakni Sunan Gunung Jati.

Jika Sunan Kalijaga menyebarkan Islam dengan wayang, maka Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam melalui pendekatan dengan metode kesenian. Berikut ini penjelasan lengkap mengenai Sunan Gunung Jati.

Biografi Sunan Gunung Jati 

Sunan Gunung Jati merupakan salah satu anggota Wali Songo, yakni wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa. Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah atau dalam bahasa Arab disebut dengan Sayyid Al-Kamil. 

Sedangkan sebutan Gunung Jati, merupakan gelar yang diberikan umat muslim kepadanya karena jasa yang sudah dilakukannya.

Syekh Syarif Hidayatullah dilahirkan pada tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syekh Syarif Hidayatullah bernama Syarif Abdullah, seseorang dari Mesir keturunan ke-23 Rasulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhammad. 

Sedangkan Ibunda Syekh Syarif Hidayatullah bernama Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Muda’im. Dia merupakan seorang Putri Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah menikahi adik dari Bupati Banten bernama Nyai Kawunganten sekitar tahun 1470-1480. Dari pernikahannya itu, dia mendapatkan seorang putri bernama Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang kelak menjadi Sultan Banten I.

Sejarah Singkat Sunan Gunung Jati

Syekh Syarif Hidayatullah mulai berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi. Kedatangan Sunan Gunung Jati di Jawa, disambut baik oleh pamannya yang seorang raja di Cirebon bernama Raden Walangsungsang. 

Berkat dukungan yang didapatkan dari Kesultanan Demak dan pamannya, Sunan Gunung Jati kemudian diangkat sebagai raja kedua Cirebon menggantikan pamannya pada tahun 1479 Masehi menyandang gelar Maulana Jati.

Sejak saat itu, pembangunan infrastruktur dari Kerajaan Cirebon dibangun dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat. Proyek infratruktur itu antara lain Keraton Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Kerajaan Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.

Menyebarkan Agama Islam di Tanah Sunda

Dikutip dari Uin Sunan Gunung Djati buku yang berjudul “Biografi Sunan Gunung Jati”, Bahwa Sunan Gunung Djati menyebarkan agama Islam antara abad ke-15 dan abad ke-16 M.

Penyebaran agama Islam tersebut terjadi di wilayah yang sekarang mencakup wilayah provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Wilayah ini di kalangan masyarakat Sunda lebih dikenal dengan sebutan wilayah Tanah Sunda.

Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di tanah Sunda dengan menggunakan metode pendekatan melalui media kesenian dengan melakukan pagelaran kesenian di antaranya penampilan seni tari, wayang dan gamelan yang disebut dengan Sekaten. 

Media kesenian tersebut yakni Gamelan Sekaten di Cirebon. Konon setiap orang yang ingin melihat pertunjukannya harus mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dahulu. "Asyhadu An-la ilaha illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah". Artinya saya bersaksi tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Adanya pertunjukkan tersebut membuat masyarakat tanah Sunda banyak yang menganut agama Islam karena metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Gunung Jati. 

Hingga sekarang, Gamelan tersebut masih dimainkan oleh pihak keraton, meskipun usianya sudah ratusan tahun. Rangkaian gamelan seperti gong, bonang dan saron tersebut masih tersimpan dengan rapi di museum pusaka keraton kasepuhan Cirebon. 

Terkadang gamelan tersebut masih digunakan pada acara pementasan ketika terdapat hari besar tertentu agama Islam.

Wafatnya Sunan Gunung Jati

Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang merupakan anggota Wali Songo wafat pada usia 120 tahun, yakni pada tahun 1568 Masehi. 

Dapat dibayangkan perjalanan hidup yang telah dilalui oleh seseorang dengan umur yang sudah begitu lama. Karena Syarif Hidayatullah hidup kurang lebih 120 tahun, maka dalam masa-masa tuanya ia habiskan sendirian tanpa adanya kerabat yang menemani. 

Syekh Syarif Hidayatullah telah wafat meninggalkan dunia, namun perannya membuahkan hasil, dengan banyaknya orang Indonesia khususnya orang Jawa yang telah memeluk agama Islam tanpa paksaan. 

Putra dan Cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena sudah meninggal terlebih dahulu, sehingga cicitnya yang memimpin setelah Syekh Syarif Hidayatullah. Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.

Peninggalan Sunan Gunung Jati

Berikut ini tiga sarana yang digunakan Sunan Gunung Jati mendukung dakwahnya, yang menjadi peninggalannya.

1. Pesantren

Syarif Hidayatullah mendirikan sebuah pesantren Dukuh Sembung wilayah Pasambangan dan mengajar agama Islam di Kampung Babadan. Pada tahun-tahun pertamanya di Cirebon ia banyak aktif menjadi pendidik/guru sebagai pengganti Syekh Datuk Kahfi sekaligus menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan dan nilai-nilai yang berkembang pada masyarakat Cirebon yang baru dikenalnya pada saat itu.

Pada masa kepemimpinan Syarif Hidayatullah dan penyebar agama Islam, ia banyak memprioritaskan pengembangan Islam dengan jalan mendirikan sebuah masjid-masjid jami di setiap wilayah yang ada di Cirebon.

2. Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan merupakan salah satu peninggalan dari Sunan Gunung Jati. Selain digunakan sebagai media seni dan tradisi, keraton ini dibangun sebagai media dakwahnya. 

Bentuk bangunan yang masih melekat pada masyarakat Cirebon dengan kebudayaan peninggalan Hindu-Budha tidak dihilangkan, contohnya dibagian ruang tamu Keraton Kasepuhan berupa ukiran yang sudah ada sejak zaman Hindu tetap dilestarikan bahkan di kalangan keraton.

Lalu terdapat motif gapura wadasan yang merupakan salah satu langkah dari Sunan Gunung Jati dalam melakukan dakwahnya. Gapura ini terletak di depan bangunan utama keraton yang bermotif mega mendung (awan hujan) di atasnya dan batu wadas yang berada dibawahnya.

3. Masjid Agung Sang Ciptarasa

Peninggalan yang lainnya yakni Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid ini merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Cirebon. Bangunan Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati.

Demikian ulasan mengenai biografi Sunan Gunung Jati, salah satu anggota Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Sunda.


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network