Sosok M Tabrani, jurnalis dan politikus yang dijuluki Bapak Bahasa Indonesia dianugerahi gelar pahlawan nasional. (Foto: Repro.kemdikbud)

JAKARTA, iNews.idBiografi M Tabrani yang dijuluki Bapak Bahasa Indonesia menarik dikaji terutama bagi para generasi muda. M Tabrani merupakan jurnalis, politikus dan pejuang kemerdekaan RI asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Atas perjuangannya memersatukan bangsa melalui bahasa Indonesia, pemerintah akhirnya menyetujui gelar pahlawan nasional. Penganugerahan gelar itu akan dilakukan bertepatan momen Hari Pahlawan, 10 November 2023.

"Dua hari lagi tanggal 10 November, peringatan hari pahlawan nasional atau peringatan Hari Pahlawan ke-78. Seperti biasa, setiap hari pahlawan kita menganugerahkan gelar pahlawan kepada para pejuang yang dulu ikut memperjuangkan kemerdekaan negara," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). 

Lantas, bagaimana perjuangan M Tabrani menyatukan bangsa yang memiliki beragam bahasa dengan satu bahasa yakni bahasa Indonesia? berikut ulasan lengkapnya.

Biorgrafi M Tabrani

M Tabrani lahir pada 12 Oktober 1904 di Pamekasan, Madura, nama lengkapnya adalah Mohammad Tabrani Soerjowitjitro atau lebih dikenal dengan M Tabrani S. 

Dia adalah seorang jurnalis dan politikus Indonesia. Tabrani terkenal sebagai seorang wartawan yang memiliki peran di berbagai media massa seperti Hindia Baroe, Pemandangan, Suluh Indonesia, Koran Tjahaja, dan Indonesia Merdeka. 

Dikutip dari Okezone, M Tabrani diakui sebagai seorang wartawan senior yang juga merupakan tokoh awal dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Selama perjuangan nasional Indonesia, nama M. Tabrani selalu tercantum. Dia dikenal sebagai salah satu tokoh Jong Java dan sebagai pemimpin redaksi Harian Pemandangan dari Juli 1936 hingga Oktober 1940.

Pendidikannya dijalani di MULO dan OSVIA. Minatnya dalam bidang jurnalisme muncul ketika menyelesaikan OSVIA. Pada tahun 1925, Tabrani sudah menjadi pimpinan redaksi harian Hindia Baroe.

Ketika berada di Eropa, di Universitas Köln (Universitas zu Koln), dia membantu beberapa surat kabar Indonesia pada rentang waktu 1926 hingga 1930.

Pada masa itu, hanya sedikit pemuda Indonesia yang mengejar pendidikan jurnalistik di luar negeri, di antaranya adalah Djamaluddin Adinegoro, Jusuf Jahja, dan Tabrani.

Setelah kembali ke Indonesia, karier jurnalistik Tabrani meningkat pesat. Salah satu momen penting adalah ketika dia mengusulkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, yang berbeda dengan pandangan M. Yamin yang menginginkan bahasa Melayu.

Dalam Kongres Pemuda I, Tabrani memandang bahasa Indonesia sebagai bahasa yang bisa menyatukan bangsa.

Konsep kesatuan bangsa yang dia ajukan mengacu pada realitas keberagaman masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih cenderung terpaku pada identitas daerah atau suku, sebagaimana terlihat dalam organisasi pemuda pada masa tersebut.

Dalam kongres tersebut, Tabrani berbeda pendapat dengan Mohammad Yamin yang ingin menggunakan Bahasa Melayu.

Menurut pandangan Tabrani pada saat itu, ketika sudah ada Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, maka bahasa yang cocok adalah Bahasa Indonesia.

Tabrani menjadi pemimpin majalah Revue Politik di Jakarta dari tahun 1930 hingga 1932, dan memimpin surat kabar Sekolah Kita di Pamekasan dari tahun 1932 hingga 1936. Dia juga menjadi direktur dan pemimpin Harian Pemandangan dan Mingguan Pembangunan. Ketika memimpin Revue Politik, Tabrani mengadvokasi kepentingan Partai Rakyat Indonesia (PRI) yang ia dirikan.

PRI mendapat tantangan dari kalangan pemuda mahasiswa yang merasa bahwa PRI kurang revolusioner.

Tabrani menjabat sebagai pemimpin redaksi Surat Kabar Pemandangan selama dua periode, yaitu dari 1936 hingga 1940 dan kemudian dari 1951 hingga 1952. Perannya sangat terkait dengan surat kabar tersebut.

Dilansir dari laman kemendikbud, M Tabrani memperjuangkan penyatuan bangsa dengan bahasa Indonesia. M Tabrani sebagai jurnalis sekaligus pemimpin redaksi koran Hindia Baroe secara terang- terangan menggunakan terma bahasa Indonesia dalam korannya sejak awal tahun 1926. 

Hal itu terlihat dari salah satu kolom dalam koran Hindia Baroe yang dinamai dengan “Anak dan Bahasa Indonesia”. Kolom yang berisi tulisan dari masyarakat—semacam Surat Pembaca pada koran masa kini—itu merupakan cerminan bahwa nama bahasa Indonesia sudah mulai dimasyarakatkan melalui koran yang dipimpin oleh M Tabrani ini. 

Selain nama kolom, pemikiran Tabrani tentang bahasa Indonesia secara jelas terpampang pada tulisannya dalam koran Hindia Baroe yang dipimpinnya. Tulisan yang berjudul “Bahasa Indonesia” yang ada pada kolom Kepentingan tersebut secara jelas mengemukakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk mencapai kemerdekaan. Sebuah pemikiran yang berani yang diungkapkan seseorang yang hidup di wilayah yang sedang dijajah oleh bangsa asing, bangsa Belanda.

Pemikiran-pemikiran Tabrani bisa  dikatakan orisinal dan besar pada masa itu. Pertama, Tabrani sudah menggunakan nama bahasa  Indonesia jauh sebelum adanya Ikrar Sumpah Pemuda (1928) dan bahkan sebelum adanya Kongres Pemuda Pertama (April—Mei 1926). 

Kedua, Tabrani telah menyadari adanya masalah yang menyebabkan persatuan anak-Indonesia tidak cepat tercapai, yaitu tidak adanya bahasa yang gampang diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia. Ketiga, Tabrani telah meyakini bahwa kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan; persatuan dapat tercapai salah satunya jika ada ikatan bahasa Indonesia.

Orisinalitas gagasan Tabrani terlihat dari dikemukakannya nama bahasa Indonesia yang pada saat itu sesungguhnya belumlah ada. Selain keorisinalan pemikiran tersebut, Tabrani juga seorang visioner. 

Dia mampu memandang ke depan tentang potensi dan risiko yang bisa muncul dari nama bahasa. Tabrani bahkan sudah memberikan pandangannya tentang diambilnya nama bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan anak-Indonesia pada saat itu. 

Pandangan tersebut dapat dilihat dari tulisan Tabrani yang berjudul Bahasa Indonesia pada kolom Kepentingan dalam koran Hindia Baroe.

Selama hidupnya, Tabrani turut mendirikan Institut Jurnalistik dan Pengetahuan Umum bersama Mr. Wilopo di Jakarta. Di antara murid-muridnya terdapat Anwar Tjokroaminoto dan Sjamsuddin Sutan Makmur. Tabrani meninggal di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1984, pada usia 80 tahun, dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan.


Editor : Kastolani Marzuki

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network