SURABAYA, iNews.id - Terdakwa Henry J Gunawan mengaku terzalimi dalam kasus dugaan penipuan Pasar Turi. Pengakuan itu disampaikan bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini dalam pledoi (pembelaan) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (28/11/2018).
Henry J Gunawan mengajukan nota pledoi (pembelaan) atas tuntutan 3,5 tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam nota pledoi setebal 10 halaman, Henry mengaku merasa sangat terzalimi atas kasus yang menjeratnya.
"Perkenankan kami duduk di sini sebagai seorang warga negera yang taat hukum, sebagai seorang bapak, seorang suami yang saat ini merasa sangat terdzalimi karena kasus ini," katanya.
Henry mengatakan, sejak awal dirinya merasa kasus ini merupakan sebuah rekayasa dan menjadikannya sebagai korban. "Kami yakin apa yang disampaikan para saksi sudah diatur. Padahal sesungguhnya tidak seperti apa yang dituduhkan kepada kami," ujarnya.
Dalam pledoinya, terdakwa Henry kemudian membeberkan sejumlah fakta-fakta yang sesungguhnya. "Pada 1984 Shindo Sumidomo alias Asoei mendatangai kami dan menyatakan niatnya mau membeli tanah karena dia mau membangung pabrik. Selanjutnya kami menawarkan tanah yang berlokasi di Industrial Estate Tambak Sawah, Sidoarjo, dan dia setuju. Jadi kalau Asoei mengatakan mengenal pada 2010, maka itu merupakan kebohongan besar," ucapnya.
Selain itu, pada 2010 Asoei mengajak Henry bekerja sama mengelola tambang emas di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Dalam proyek tersebut telah menghasilkan penjualan emas lebih dari Rp500 miliar.
"Dengan hasil besar itu, kami belum pernah diberi keuntungan. Bahkan saat itu Asoei pernah ditahan di Mabes Polri karena partnernya bernama Awi tidak dibayar. Kami yang dimintai tolong untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Terkait proyek pembangunan Pasar Turi, Henry juga menceritakan kronologis PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) bisa bergabung dengan Gala Megah Investment Join Operation. Menurutnya, saat itu PT GBP sepakat untuk menjual setengah dari sahamnya di Pasar Turi.
"Artinya saham kami sebesar 51% dibagi dua. Kemudian mereka bilang apabila akta nomor 18 telah ditandatangani, maka akta nomor 15 dan 16 akan dibatalkan. Tapi faktanya setelah akta nomor 18 ditandatangani, justru akta nomor 15 dan 16 tidak dibatalkan," katanya.
Selain itu, dana Rp68 miliar untuk PT GBP tersebut ternyata hanya diputar dan tidak pernah ada. "Malah uang Rp79 miliar dialirkan ke rekening PT Podo Joyo Mashur dan Asoei yang tidak ada hubungan hukumnya," ucapnya.
Pria kelahiran Jember ini juga membeberkan perihal giro yang diberikan kepada Teguh Kinarto. "Jauh hari kami sudah ingatkan agar giro tidak dijalankan lebih dulu. Namun nyatanya mereka tetap mencairkan giro tersebut. Hal itu diperkuat kesaksian saksi Welly Affandi atau Wefan," tuturnya.
Atas fakta-fakta tersebut, Henry pun menolak jika dirinya dituduh melakukan penipuan. "Kami bersumpah bahwa kami tidak pernah melakukan penipuan. Maka sangatlah adil kalau kami diputus bebas murni karena kasus ini murni perdata," ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Henry, Yusril Ihza Mahendra angkat bicara atas kasus yang menjerat kliennya. "Tadi sudah kami kemukakan semua, kasus ini sebenarnya kasus perdata dan sudah ada putusan dari Mahkamah Agung. Justru kalau dibawa lagi ke sengketa pidana kan jadinya aneh," ucapnya seusai sidang.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait