Ayuning Fitri Desanti. (foto: iNews.id/ihya' ulumuddin).

SURABAYA, iNews.id - Desing putaran dinamo terdengar nyaring di sebuah bengkel kawasan Keputih Medokan, Surabaya. Tak berselang lama, suara putaran itu hilang berganti dengan riuh tawa para pekerja. 

Mereka bahagia, tahap pengerjaan konfersi motor sore itu berjalan lancar. Itu artinya, mereka bisa pulang lebih cepat untuk bersiap merayakan tahun baru. 

Di balik ruangan, Ayuning Fitri Desanti (30) juga ikut sumringah. Dia bahagia, mimpi untuk mengembangkan kendaraan listrik akhirnya terwujud. Bersama dua teman kuliah, lulusan Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) asal Sidoarjo itu sukses merintis bengkel kendaraan listrik berlisensi resmi Kementerian Perhubungan.

Di bawah bendera Braja Eelektrik Motor, Santi, demikian perempuan ini akrab disapa, fokus membuat kendaraan listrik dan mengonversi kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik.

Santi menceritakan, ide membuat bengkel kendaraan listrik bermula dari kampus pada 2016 silam. Saat itu dia bersama tim menginisiasi terciptanya kendaraan listrik Gesits versi prototipe. Harapannya, kendaraan listrik buatannya bisa terus dikembangkan hingga bisa diproduksi massal.

"Waktu sudah lulus pun kami masih beberapa waktu di ITS sebagai supporting sistem Gesits. Sebab, kami yang benar-benar mengawali. Setelah itu kami memutuskan keluar agar bisa berenang ke lautan yang lebih luas," ujar lulusan teknik elektro ini.

Tahun 2020, bengkel kendaraan listrik itu pun mulai dibangun. Bersama beberapa teman, Santi patungan untuk sewa lahan di kawasan Jalan Medokan Keputih, Surabaya serta membeli beberapa peralatan pendukung keperluan bengkel.

"Alhamdulillah, lahan milik teman dan tak terpakai, jadi harga sewanya murah," ujar perempuan cantik ini.

Jalankan Misi Edukasi

Ayuning Fitri Desanti saat mengecek salah satu komponen untuk motor listrik. (Foto: iNews.id/ihya ulumuddin).

Meski sudah punya bengkel sendiri, Santi masih mondar-mandir ke ITS untuk membantu mengembangan kendaraan listrik bersama teman-temannya. Bahkan, tak jarang perempuan berjilbab dia juga pergi ke beberapa kampus untuk menjadi dosen tamu, menularkan ilmu tentang kelistrikan.  

Santi tidak memungkiri, salah satu poin bengkel didirikan yakni untuk mendapatkan keuntungan finansial. Namun, hal itu bukan yang utama. Sebab untuk kendaraan listrik, menurutnya, saat ini Indonesia masih dalam proses belajar.

Penilaian itu muncul karena banyak masyarakat yang belum mengenal betul tentang teknologi kendaraan listrik, sehingga kekhawatiran mereka masih tinggi. Dia mencontohkan, banyak di antara masyarakat yang menganggap kendaraan listrik berbahaya, seperti tersengat atau bahkan baterai habis di tengah jalan.

"Padahal, kendaraan BBM juga punya risiko sama, bisa kehabisan bahan bakar di jalan. Sebenarnya treatmennya hampir sama, tinggal bagaimana mengubah pikiran mereka saja," kata perempuan yang pernah bercita-cita sebagai dokter ini.

Santi mengatakan, saat ini, tempat pengisian baterai kendaraan listik sudah cukup banyak. Sebab, PLN telah mendirikan 570 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di 240 titik di seluruh Indonesia,

"Apalagi untuk roda dua, baterai bisa dicarg di mana saja. Di warung-warung juga bisa, yang penting ada colokan," tuturnya.

Di luar itu, masyarakat juga belum memahami bahwa bahan bakar yang bersumber dari fosil itu hampir habis. Kementerian ESDM mencatat, dengan penggunaan BBM seperti sekarang, maka cadangan bahan bakar fosil akan habis dalam waktu 15 tahun ke depan.

Sementara tingkat pencemaran akibat emisi gas buang yang juga sangat tinggi, seperti jelaga dan kabut asap yang dapat meningkatkan risiko kematian. Organisasi kehatan dunia (WHO) bahkan menyebut, paparan polisi itu menyebabkan kematian hingga empat juta setiap tahun di seluruh dunia.

"Listrik di Indonesia saat ini memang masih berasal dari fosil, tetapi sebagian sudah mulai untuk renewable energy, salah satunya tenaga surya. Nah ini yang ingin kami edukasikan kepada masyarakat lewat kendaraan listrik, termasuk mengurangi polusi dari kendaraan BBM," katanya.

Di luar itu, sebagian masyarakat juga masih menganggap kendaraan listrik harganya mahal. Padahal, sejatinya lebih murah. Sebagai perbandingan, setiap 1,4 kWh (Rp2.000) kendaraan listrik bisa menempuh jarak 50 kilometer. Sementara kendaraan BBM untuk jarak sama membutuhkan 1 liter BBM (paling murah pertalite Rp10.000).

Tampung Pengangguran dan Mahasiswa

Salah satu mahasiswa magang tengah mengerjakan motor konversi BBM ke listrik. (Foto: iNews.id/ihya` ulumuddin).

Dua tahun berdiri, bengkel kendaraan listrik Braja Elektrik Motor sudah memiliki 15 karyawan dengan berbagai latar belakang pendidikan. Selain SI elektro, di antara mereka juga ada yang hanya lulusan SMK, SMA atau bahkan tidak sekolah.

Umumnya, mereka merupakan warga sekitar yang tidak punya pekerjaan. Mereka diajak bergabung dengan harapan bisa tetap menyambung hidup, menafkahi keluarganya.

Tak sedikit di antara mereka yang merupakan korban pemutusan hubungan kerja (PKH). Mereka yang terpaksa berhenti bekerja akibat pandemi Covid-19 diajak bergabung untuk membantu dibengkel.

"Kami terbuka, siapa yang mau join dengan kita ayo," kata Santi.

Di luar itu, dia juga membuka seluas-luasnya kepada mahasiswa yang ingin magang di bengkelnya. Harapannya, mereka bisa belajar bersama-sama tentang kendaraan listrik. Karena itu

Peluang itu pun banyak dimanfaatkan beberapa kampus di Jawa Timur, bahkan luar negeri. Mereka bekerja sama untuk program magang bagi mahasiswa hingga beberapa bulan.

Untuk program magang kampus, paling lama biasanya enam bulan. Ada juga yang tiga bulan dua kali, tergantung program. "Kami menyesuaikan saja. Kami mensupport seluruh kampus di Indonesia. Malaysia juga pernah untuk join dengan kami," katanya.

Bagi Santi, terpenting para mahasiswa bisa belajar dan bengkelnya bisa menyiapkan apa yang dibutuhkan kampus. Toh, mahasiswa yang magang juga tidak digaji. Mereka hanya diberi uang makan dan terkadang uang indekos.

Sebab, kebanyakan, mahasiswa yang magang bukan berasal dari Surabaya. Mereka kebanyakan dari luar kota, sehingga harus mengeluarkan uang banyak untuk kebutuhan makan dan sewa kamar kos. 

Buah kebaikan itu, bengkel kendaraan listrik Braja sering menjadi tempat berkumpul mahasiswa di Surabaya. Dari yang serius belajar tentang kendaraan listrik atau mereka yang sekadar nongkrong, mengisi waktu luang sambil melihat-lihat proses konversi kendaraan listrik di bengkel Santi. 

"Bengkel ini mestinya tutup jam 17.00 WIB. Tapi karena banyak mahasiswa yang main, akhirnya malam pun tetap ramai. Kadang mereka juga tidur di sini," tuturnya. 

Santi pun senang-senang saja. Bagi dia, semakin banyak orang datang ke bengkelnya, maka semakin banyak pula orang yang tahu tentang kendaraan listrik, sehingga misi edukasi bisa berjalan. 

Bikin Bus Listrik Bareng INKA 

bus listrik di Surabaya. (foto: iNews.id/ihya` ulumuddin).

Hari masih pagi saat ribuan calon penumpang, hilir mudik di Terminal Purabaya Bungurasih. Di tengah keramian itu, bus warna merah dengan logo G20 menyita perhatian para penumpang. 

Ukurannya yang mungil dengan tulisan elektric bus semakin membuat para penumpang penasaran. "Mobil baru ya?", tanya seorang penumpang bernama Dipra kepada sang kernet.

Pemuda asal Sidoarjo itu memang hapal betul bus apa saja yang beroperasi di terminal Bungurasih. Sebab, sudah lebih dari tujuh tahun dia menggunakan jasa transportasi massal itu, yakni sejak kuliah hingga saat ini bekerja. 

"Enak mas, nggak capek. Tinggal duduk, tahu-tahu sudah sampai di tujuan. Murah lagi. Rumah saya jauh, Sidoarjo. Capek kalau motoran," katanya. 

Karena itu, begitu ada bus baru, Dipra langsung mengetahuinya. Melihat stiker bersar bertuliskan electric bus, pemuda berambut gondrong itu semakin penasaran untuk mencobanya. 

Dipra merupakan satu di antara ratusan penumpang yang penasaran dengan bus listrik itu. Karena itu begitu berparoperasi, bus langsung diserbu. Mereka ingin merasakan bus tanpa asap itu untuk pertama kalinya. Apalagi, tarif bus itu juga sangat murah, hanya Rp6.500. 

Maklum, bus listrik rute Bungurasih-Kenpark Kenjeran itu memang belum genap dua minggu beroperasi di Surabaya. Bus buatan PT Industri Kereta Api Indonesia (INKA) Madiun itu sebelumnya digunakan untuk akomodasi peserta G20 di Bali, sebagai bagian dari kampanye energi ramah lingkungan. 

Begitu konferensi selesai, bus didistribusikan ke sejumlah kota, salah satunya Kota Surabaya. Bus berkapasitas 20 penumpang itu diluncurkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama Kemenhub pada 20 Desember lalu dengan nama Bus Listrik Trans Semanggi Suroboyo.

Misi utamanya yakni mengurangi emisi gas buang di Kota Pahlawan. "Ada 17 bus listrik yang kami operasikan. Nanti akan kami tambah secara bertahap," ujar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. 

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, bus listrik tersebut diproduksi sebanyak 57 unit di PT INKA untuk acara G20. 
Setelahnya, bus didistribusikan di Kota Surabaya dan Kota Bandung. 

Teknologi listrik pada bus inilah yang dibuat oleh bengkel kendaraan listrik milik Santi. "Kami juga yang membuat baterainya. Alhamdulillah, kami dipercaya Kementerian Perhubungan dan PT INKA untuk membantu membuat bus listrik itu," tutur Santi. 

Santi mengatakan, selain bus listrik untuk G20, bengkel kendaraan listrik miliknya juga telah mengonversi puluhan motor hingga membuat berbagai prototipe kendaraan listrik, untuk beberapa perusahaan dan instansi pemerintahan. 

Salah satu yang monumental yakni membuat cikal bakal motor Gesits yang kini telah diproduksi massal oleh salah satu BUMN. 

"Untuk konversi belum banyak, baru sekitar 50-an. Ada mobil dan motor. Kalau untuk prototipe sudah lumayan banyak. Biasanya untuk pesanan perusahaan dan intansi pemerintahan," ujarnya. 

Harus Pakai Bahan Lokal

Kendaraan listrik masih dianggap mahal oleh sebagian orang. Sebab, harganya masih sedikit di atas harga kendaraan BBM. Bahkan untuk konfersi motor, rata-rata sebesar Rp16 juta hingga Rp20 juta per unit. Sementara untuk konfersi mobil bisa mencapai Rp180 juta. 

Menurut Santi, mahalnya harga tersebut karena beberapa komponen masih impor, salah satunya baterai. Karena itu sudah saatnya bagi pabrikan kendaraan listrik untuk menggunakan komponen lokal. Sebab, Indonesia punya potensi sumber daya yang sangat besar. 

"Apa pun yang terjadi, orang Indnesia harus menundukung produk Indonesia. Bukan produk yang ada Indonesia," katanya. 

Lebih dari itu, dia berharap kesadaran masyarakat terhadap kendaraan ramah lingkungan semakin besar, salah satunya kendaraan listrik. Sebab, menurutnya, semua produk bisa diganti dengan tenaga listrik, mulai dari yang ada di laut hingga di jalan raya. 


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network